BANDUNG – Memutuskan menjadi petani sejak usia muda ternyata memberikan berkah besar bagi Dede Koswara. Sejak awal dia tidak ingin menjadi pegawai atau karyawan. “Saya nggak mau kerja di bawah telunjuk orang lain!” kata Dede Koswara, petani labu siam di Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat ini.
Ucapan itu dia buktikan dengan tindakan nyata. Selepas lulus sekolah menengah kejuruan (SMK) pada 2008, pria 33 tahun ini memilih menjadi petani sayuran sejak 2010. Awalnya ia menanam tomat, lalu ditambah cabai, kol. Sejak tujuh tahun belakangan, ia mulai fokus menanam dan memasarkan labu siam karena pasarnya yang menjanjikan.
Menjadi petani adalah panggilan jiwanya meskipun tidak ada modal cukup kecuali sepetak lahan pemberian orangtua. Dia yakin profesi petani bukanlah pekerjaan rendahan. Sebab, petani punya peranan penting untuk kemaslahatan hidup orang banyak. Semua prosesnya ia jalani mulai seluk beluk bertani hingga pemasaran hasil panen ke pasar.
“Saya terjun dari nol dulu. Punya dua karyawan, saya sering berbagi dengan perusahaan, dengan petani lalu diaplikasikan di kebun sendiri,” kata Dede. Bekal awalnya lahan seluas 100 tumbak (setara 1.400 meter) pemberian orangtua. Lahan inilah yang dia kelola dengan usaha keras hingga menghasilkan pundi-pundi yang tidak terduga.
Sejak awal dia menjual hasil panen sendiri ke pasar-pasar di Cirebon dan Tangerang dengan mobil pikap. Ia tak puas hanya menanam tomat, cabai, dan jagung. Ia ingin menanam dan memasarkan lebih banyak lagi komoditas, agar tak sengsara begitu ada satu komoditas yang harganya anjlok.
Suatu ketika pada 2016, seorang pedagang di Tangerang meminta Dede untuk mengirimkan labu siam. Sayuran yang disebut juga labu acar ini cukup tinggi permintaannya. Meskipun tidak punya stok labu acar di lahannya, ia menyanggupi permintaan itu. Ia menghubungi kolega petani di desanya yang menanam labu acar dan mengumpulkan hasil panen mereka.
Usaha yang dijalani selama 10 tahun lebih ini mendatangkan berkah. Tapi, dia tidak ingin sukses sendiri. Ia membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Regge, yang menaungi para pengepul dan petani di Kecamatan Pasirjambu, Bandung. Petani muda yang tergabung di sini mencapai 2.100 orang dengan luas lahan garapan lebih dari 350 hektar.
Dalam sehari, dia bisa menjual 20-40 ton labu acar ke berbagai daerah. Omzetnya sudah menyentuh Rp 50-100 juta. Kini ia pun bisa mencicipi jerih payahnya selama ini. Rumah seharga Rp 2,5 miliar dan kendaraan mewah bisa dimilikinya dari menjadi petani labu siam.
“Prinsip saya satu tetes dari 100 lubang kecil bisa lebih cepet untuk penuh kolamnya, daripada satu gede, bilamana terhambat, ngga akan penuh,” katanya. Saat ini, dia bersama Gapoktan Regge merambah ke budidaya paprika. Mereka menjalankan program inkubator bersama BRI. Bank ini memfasilitas green house untuk budidaya paprika Gapoktan Regge. (ANT)