JAKARTA – Pemerintah menetapkan harga pembelian tebu di awal musim giling yang akan berlangsung mulai pertengahan bulan ini.

Beleid tetang harga pembelian tebu ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian No. B-406/KB 110/E/05/2024 tanggal 3 Mei 2024. “Harga pembelian tebu demi menjaga keseimbangan harga gula dari hulu hingga hilir di awal musim giling tebu yang akan berlangsung pertengahan Mei 2024,” ujar Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah di Jakarta pada 15 Mei 2024.

Menurut Andi Nur Alam Syah, besaran harga tersebut sudah memperhitungkan keuntungan petani sebesar 10% dari Biaya Pokok Produksi (BPP) tebu. “Ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat daya saing industri gula nasional secara berkelanjutan,” katanya.

Dia menegaskan dengan sistem pembelian tebu ini petani mendapat harga yang lebih jelas, dan menguntungkan petani. Menurutnya, penetapan harga dilakukan dengan mempertimbangkan BPP tebu Tahun 2023/2024 yang dilakukan survei oleh Tim Independen yang terdiri dari perguruan tinggi termasuk peneliti dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

“Besaran HPP Tebu didasarkan pada BPP Tebu Tahun 2024 di masing-masing wilayah sentra tebu, yaitu Wilayah Jawa, Lampung, Sulawesi Selatan dan Wilayah Gorontalo yang dilaksanakan mulai dari tanggal 20 hingga 29 Februari tahun 2024,” katanya.

Andi Nur Alam mengungkapkan SE yang dikeluarkan mencantum harga tebu petani di masing-masing daerah. Untuk yang berada di wilayah Jawa, harga pokok pembelian tebu memperhatikan BPP tebu wilayah Jawa ditambah dengan 10% keuntungan petani sehingga didapat HPP sebesar Rp690.000 per ton. Untuk Wilayah Lampung menjadi sebesar Rp540.000, Sulawesi Selatan Rp620.000 dan Wilayah Gorontalo sebesar Rp510.000.

“HPP tersebut juga memperhatikan rendemen tebu. Apabila rendemen tebu lebih tinggi atau lebih rendah dari 7%, maka harga pembelian tebu juga harus disesuaikan secara proporsional,” katanya.

Selain itu, kata Andi Nur Alam Syah, untuk tebu yang berada di luar wilayah juga mempertimbangkan ongkos angkutan. “Misalnya tebu yang berada di luar wilayah Jawa mendapat harga sebesar Rp720.000. Hal ini dikarenakan selisih Rp40.000 merupakan ongkos angkutan yang diperhitungkan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Andi Nur Alam menekankan perlunya alasan yang jelas jika Pabrik Gula (PG) membeli tebu dengan harga di atas harga yang ditetapkan Pemerintah. Misalnya kalau PG membeli tebu seharga Rp800.000 per ton tebu untuk wilayah Jawa, maka akan terdapat selisih yang lumayan tinggi.

“Sehingga perlu penjelasan selisih itu merupakan penambahan perhitungan dari mana. Jangan sampai adanya hal tersebut menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat sesama PG yang dilarang oleh aturan di bidang persaingan usaha,” terangnya.

Andi Nur Alam menambahkan untuk pelaksanaan awal giling tahun 2024, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah telah melakukan kesepakatan dengan para Direksi Perusahaan Pabrik Gula.

Sebagai informasi, awal giling pabrik gula disepakati paling cepat mulai Minggu kedua Mei 2024, dengan mempertimbangkan kemasakan tebu/rendemen dan jumlah tebu yang tersedia dalam wilayah binaan.

“Sebagai contoh Pabrik Gula PT Kebun Tebu Mas mulai menerima tebu sekitar tanggal 13 Mei 2024 dan mulai giling sekitar 14 Mei 2024. Sedangkan untuk PG Madukismo mulai giling tanggal 4 Mei 2024 dengan dua sistem, yaitu untuk tebu dalam wilayah dengan mengunakan Sistem Bagi Hasil, sedangkan untuk tebu luar daerah dengan Sistem Beli Tebu,” ujarnya.

Yang terpenting, sambung Andi Nur Alam, dalam pembelian tebu ini adalah terjalinnya ikatan kemitraan antara PG dengan petani tebu yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan antara petani dengan PG.

“Edaran ini dapat dijadikan dasar PG dalam penerapan pembelian tebu petani dengan tetap memperhatikan pola kemitraan yang dibangun berdasarkan asas saling menguntungkan, serta pembinaan oleh PG kepada pekebun,” pungkasnya. (EFS) 

 

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version