JAKARTA – Untuk mencapai ketahanan pangan dan energi melalui komoditas minyak sawit, perlu penguatan peran petani kelapa sawit. Lahan petani yang mencapai 42% dari total 16,3 juta hektar lahan perkebunan sawit perlu diperkuat dengan upaya peningkatan produktivitas.

“Percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR) melalui kemitraan harus dilakukan. Di sisi lain juga harus ada kepastian hukum yang melindungi petani kelapa sawit. Prosedur untuk memperoleh rekomendasi teknis bagi petani harus disederhanakan,” kata Guru Besar Universitas Lampung, Prof Dr Bustanul Arifin, dalam seminar yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Jakarta, Senin (18 November 2024).

Baca Juga:
Sawit Diusulkan Masuk Program Makan Bergizi Gratis

Bustanul mengatakan, industri sawit dapat berkontribusi pada ketahanan pangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketahanan pangan meliputi ketersediaan akses dan pemanfaatan pangan. Peningkatan produktivitas sangat penting, utamanya pangan pokok.

“Petani memerlukan pendampingan memadai, pemberian insentif, penguatan akses pembiayaan, akses pasar serta teknologi produksi dan pengolahan,” kata Bustanul yang juga ekonom senior Indef ini.

Dalam seminar sebagai rangkaian Kongres RSI tersebut, Bustanul memaparkan tantangan yang dihadapi industri sawit dan rekomendasi kebijakan ke depan.

Baca Juga:
Hari Sawit Nasional, RSI Gelar Kongres Perdana

“Walaupun EUDR ditunda setahun, diplomasi ekonomi perlu terus diupayakan. Juga perlu menemukan alternatif strategi kebijakan untuk meningkatkan kesiapan petani sawit,” kata Bustanul.

Bustanul menutup paparannya dengan memberikan rekomendasi agar pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan dari hulu ke hilir. Termasuk perlunya kepastian harga jual tandan buah segar (TBS) sawit, ada nilai tambah bagi petani, serta adanya pabrik kelapa sawit yang baik. (FIQ)

 

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version