DENPASAR – Banyak hasil riset yang dipamerkan dalam gelaran Pekan Riset Sawit (PERISAI) 2024 di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10/2024) lalu. Salah satunya adalah angkong pengangkut tandan buah segar (TBS) bertenaga listrik atau dikenal dengan angkong sawit listrik.
Angkong ini diciptakan para peneliti dari Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya. Mereka yakni Lila Yuwana (Theoretical and Applied Physics Instrumentation), Sutikno (Mechanical Engineering), Yudha Prasetyawan (Industrial Engineering) dan Taufiq Fajar N (Mechanical and Naval System).
“Angkong ini kami beri nama electric wheel barrow atau alat bantu angkut TBS petani,” kata Lila Yuwana.
Baca Juga: Paya Pinang Group Integrasikan Padi Gogo dengan Tanaman Sawit
Penelitian ini, kata Lila Yuwana, seluruhnya dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). “Kami dapat hibah dari BPDPKS tahun 2023,” kata Lila.
Lila dan tim peneliti lainnya tertarik membuat angkong bertenaga listrik karena melihat selama ini para petani sawit menggunakan angkong biasa bertenaga manusia. Tentu saja dengan angkong konvensional tersebut, penggunanya harus menahan beban yang sangat berat.
Selain harus mengangkat gagang angkong yang berat, petani juga harus menjaga agar angkong tersebut tidak oleng ke kiri maupun ke kanan. “Kalau dengan angkong ini, tinggal gas saja dan langsung jalan. Tak usah mengimbangi torsi dan nggak perlu menahan beban,” ujar Lila.
Menurut Lila, rangka angkong ini menggunakan besi yang lebih ringan tapi lebih kuat. Selanjutnya, spare part juga dilakukan modifikasi. Misalnya motor untuk torsi. “Biasanya motor itu torsi kuat kecepatan rendah. Tapi angkong sawit listrik ini dengan bantuan kontrol yang kami buat sendiri, memungkinankan nanjak kuat dan kecepatannya juga tetap terjaga,” katanya.
Baca Juga: Tanpa Lahan Baru, Sawit Punya 1 Juta Ha Lahan Tanaman Pangan
Angkong ini juga lincah dalam berbelok, baik belok kiri maupun kanan. Produk ini sudah diujicoba di kebun sawit percobaan milik Institut Pertanian (INSTIPER) Yogyakarta yang berlokasi di Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Produk ini juga ditambah fungsi angkong sawit listrik ini dengan memungkinkan untuk ditarik dengan sepeda motor. “Agar petani bisa dengan mudah menarik angkong ini dari rumahnya ke kebun,” katanya.
Menurut Lila, angkong ini memiliki kapasitas angkut 160 kilogram (kg) atau sekitar 6 TBS. Sementara untuk kapasitas aki bisa menempuh jarak 39 kilometer (km). “Untuk kekuatan aki sekitar 1 jam,” katanya.
Tim peneliti berupaya agar harga angkong ini terjangkau oleh petani sawit. Menurutnya harga angkong ini per unit berkisar Rp15 juta. Namun apabila diproduksi secara massal, maka harganya dipastikan bisa turun.
Angkong ini belum diproduksi secara massal. Karena masih memerlukan beberapa tahapan lagi untuk bisa diproduksi secara massal. Salah satu tahapan yang harus dilalui yakni harus distandarisasi dulu ke Badan Standardisasi Nasional (BSN).
“Terutama baterainya yang perlu distandarisasi. Kalau gerobaknya nggak perlu ada standarisasi,” katanya.
Berdasarkan komponennya, angkong ini yang paling mahal adalah kerangkanya. Karena menggunakan besi yang ringan tapi kuat. Angkong ini memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sekitar 60%. “Yang masih impor adalah cell aki dan motornya,” katanya.
Adapun angkong ini memiliki spesifikasi sebagai berikut: motor DC Brushed 24V, 500 W; kopling elektronik; kontroler motor 24V, maju dan mundur, baterai Li 24V, 22 Ah; kerangka besi baja galvanis; rem hidrolik cakram double; roda semi trail R14; bak plat tertutup dan perforasi; gardan untuk 2 roda depan; daya jelajah 39 km (sekali charge).
Sementara itu untuk inovasinya yakni kontroler dilengkapi dengan gerak maju-mundur, serta kopling elektronik agar motor aman ketika ditarik motor.
Pemilihan motor torsi (kuat-kecepatan masih relatif cepat) agar kuat sebagai alat transportasi sederhana. “Gardan diferensial untuk mempermudah manuver ketika berbelok,” katanya. (FIR)