BANDUNG – Panji Pribadi bukanlah mahasiswa lulusan pertanian. Latar belakang pendidikannya adalah otomotif. Dulu ia bekerja di bengkel. Namun pada 2019, ia mulai beralih profesi menjadi petani. Kini ia tergabung di kelompok tani Macakal di Lembang, Bandung.

Panji memilih tanaman bayam Jepang, atau horenso. Ia mengaku tak punya lahan, ia bertani dengan menyewa lahan milik orang lain dengan biaya Rp75 juta per tahun. Nominal itu terbilang mahal, namun ia berhasil membayarkan sewa lahannya tiap tahun.

“Hati saya enggak enak. Waktu saya lagi libur, saya kepikiran. Kenapa saya sampai cari kerja di luar. Sedangkan di kampung saya sendiri, di Cibodas ini potensi berwirausahanya luas. Salah satunya ya pertanian ini,” tutur Panji kepada Kementerian Pertanian pada 14 April 2023.

Awal mula Panji mengenal kelompok tani Macakal adalah dari kakaknya yang tak lain adalah ketua kelompok Macakal. Sang kakak lah yang berjasa mengenalkannya pada pertanian, membuatnya mengerti bahwa bertani bukanlah hal yang memalukan.

“Saya dirangkul kakak. Saya dikasih tau, ‘Nih, bertani itu luas. Enggak cuma kotor-kotoran saja,” ujar Panji.

Panji akhirnya mencoba bertani, ia memilih tanaman bayam Jepang atau Horenso. Ia bertani di lahan seluas 1,2 hektare, dengan biaya sewa Rp75 juta per tahun. Bagaimana caranya ia bisa membayar sewa?

Baca Juga:
Berkah Bertani di Balik Sepinya Panggilan Menyanyi

Panji mengaku konsep bertani yang ia terapkan menjamin penjualan yang stabil. Ia mengaku menjual ‘konsep’ bertani alih-alih menjual hasil panen belaka. Konsep yang ia terapkan menjamin kontinuitas pasokan bayam kepada pembeli.

Ia juga mengelola lahan pertanian milik mitranya di beberapa tempat. Antara lain Parongpong dan Cilumber. Ia mengambil pasokan dari seluruh lahan yang ia kelola, lantas menjualnya lewat divisi penjualan Macakal.

Proses bercocok tanam bayam jepang diakuinya cukup mudah, SOP pengerjaannya dari penyemaian hingga panen pun ringan. Lokasi lahan pun mendukung pertumbuhan horenso. Menurut Panji, horenso akan tumbuh optimal di atas ketinggian 800 mdpl, sementara ketinggian Lembang adalah 1.200 mdpl.

“Kita tanam per minggu itu dari 6.000 sampai 8.000 pohon karena pasokan ke buyer harus kontinu. Per minggu tanam beda lahan. Pemupukan susulan cukup seminggu sekali. Makanya saya pilih horenso, karena mudah,” lanjut Panji.

Baca Juga:
Pilih Bertani Labu Siam, Pemuda Ini Hidup Makmur

Ia pun mengaku mendapatkan keuntungan yang lumayan. Harga horenso per kilogram adalah Rp15.000, dengan HPP Rp5.000 per kilo, yang artinya ia mendapatkan margin Rp10.000 per kilo.

Satu kilo horenso didapatkan dari 10 pohon. Jika ia menanam hingga 8.000 pohon tiap minggu, artinya ia memproduksi 800 kg per minggu. Dengan keuntungan penjualan Rp10.000 per kilo, Panji bisa mendapatkan keuntungan Rp8 juta per minggu.

“Mereka yang bilang petani itu dekil, petani itu enggak mungkin wirausaha, mungkin orang-orang yang kolot. Jangan lihat pertanian yang 20 tahun belakang. Sekarang sudah dilengkapi teknologi,” lanjut Panji.

Ditambah lagi, sektor pertanian juga dibantu oleh dinas dan kementerian terkait untuk menjaga keberlanjutannya. Apalagi, Panji bertani dengan bergabung pada kelompok tani, sehingga skema bertani dan berdagang telah terkonsep baik.

Kelompok Tani Macakal telah menerima sertifikasi Prima 3, yang artinya metode pertanian yang dipraktekkan teruji rendah residu dan aman dikonsumsi. Panji juga pernah menerima bantuan berupa packing house dari dinas pertanian setempat, begitu sarana dan prasarana lain.

“Buat yang di luar sana, yang masih punya statement petani itu kotor dan dekil. Yuk, sharing di sini. Kita akan bantu, dari segi marginnya besar, kalau tidak percaya ayo ngobrol,” tuturnya.

 

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version